Suara yang Disembelih di Hari Raya

 

Di tanah ini, setiap tahun kurban dilaksanakan dengan khidmat.

Domba-domba dituntun menuju batas akhir,
dengan mata bening dan langkah pasrah.
Mereka tahu, pengorbanan mereka punya makna.
Untuk menyucikan hati,
untuk menghidupkan nilai.

Namun, ada pengorbanan lain yang tak disyariatkan langit,
pengorbanan yang justru mengundang murka:
pengorbanan terhadap suara yang jujur.

Ia tak berbulu, tak berkaki empat,
namun diikat, ditarik,
lalu diletakkan di atas altar kekuasaan.

Bukan oleh Nabi, bukan pula oleh perintah Tuhan,
melainkan oleh tangan-tangan yang risau pada gema kejujuran.

Suara itu berasal dari seorang manusia biasa,
yang berbicara karena nurani,
yang menjawab karena ditanya,
yang menyampaikan karena merasa itu benar.
Namun ia disangka melukai,
dan karena itu, harus dikorbankan.

Pisau hukum diasah.
Tali pasal dililit.
Lalu pengorbanan pun dimulai,
demi menjaga wibawa yang rapuh.

Yang berbicara dijadikan tertuduh.
Yang menulis, ditarik menjadi saksi.
Yang berkuasa, bersandar pada ketakutan.
Dan yang seharusnya menimbang keadilan,
malah turut mengangkat pisau itu bersama-sama.

Sementara itu, di luar sana,
banyak suara lain yang tak pernah ditanggapi.
Tentang anak yang hilang,
tentang pungutan yang diam-diam merampas,
tentang keadilan yang tak kunjung hadir.

Tapi yang diproses adalah suara kecil yang menggugah,
bukan yang mengguncang sistem.
Yang dimatikan adalah pelita,
bukan api yang membakar ladang kepercayaan rakyat.

Seharusnya hari raya ini menjadi pengingat:
bahwa yang dikorbankan adalah ego,
bukan suara rakyat.
Bahwa yang disembelih adalah kesombongan,
bukan kebenaran.

Namun di zaman ini, segalanya dibalik.
Yang jujur dituduh mencemari.
Yang menyuarakan, dibungkam.
Yang bertanya, diseret.
Dan yang diam justru merasa menang.

Hari ini, ribuan hewan ditumpahkan darahnya sebagai simbol bakti.
Tapi ada darah lain yang tak tampak,
darah dari kata-kata yang dihukum,
dari suara yang dipenjara,
dari kebenaran yang dirantai.

Bila begini terus,
maka jangan salahkan rakyat bila suatu hari nanti,
mereka berhenti percaya pada hukum.
Karena mereka melihat,
yang disembelih bukan hewan, tetapi harapan.(Ki)


⬅️ Kembali ke Beranda